BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Asuhan
keperawatan maternitas dan perinatal sering menimbulkan lebih banyak pertanyaan
etik dan hukum kepada perawat dibandingkan area asuhan keperawatan lain.
Perawat maternitas dan perinatal memerikan pelayanan dan keperawatan yang luas
untuk klien diberbagai lingkungan praktik yang berbeda. Perawat ini dihadapkan
dengan isu seputar kelahiran, kehidupan, kematian dan kemampuan untuk menjalani
kehidupan sehari- hari. Hal yang penting dalam isu ini adalah keterlibatan dua
klien, ibu dan janin atau bayi baru lahir.
Perawat
profesional harus menghadapi tanggung jawab etik dan konflik yang mungkin
meraka alami sebagai akibat dari hubungan mereka dalam praktik profesional.
Kemajuan dalam bidang kedokteran, hak klien, perubahan sosial dan hukum telah
berperan dalam peningkatan perhatian terhadap etik.
Standart
perilaku perawat ditetapkan dalam kode etik yang disusun oleh asosiasi
keperawatan internasional, nasional, dan negera bagian atau provinsi. Perawat
harus mampu menerapkan prinsip etik dalam pengambilan keputusan dan mencakup
nilai dan keyakinan dari klien, profesi, perawat, dan semua pihak yang
terlibat. Perawat memiliki tanggung jawab untuk melindungi hak klien dengan
bertindak sebagai advokat klien.Keperawatan sebagai suatu profesi harus
memiliki suatu landasan dan lindungan yang jelas. Para perawat harus tahu
berbagai konsep hukum yang berkaitan dengan praktik keperawatan karena mereka
mempunyai akuntabilitas terhadap keputusan dan tindakan profesional yang mereka
lakukan.
Secara
umum terdapat dua alasan terhadap pentingnya para perawat tahu tentang hukum
yang mengatur praktiknya. Alasan pertama untuk memberikan kepastian bahwa
keputusan dan tindakan perawat yang dilakukan konsisten dengan prinsip-prinsip
hukum. Kedua, untuk melindungi perawat dari liabilitas.Untuk itu, dalam makalah
ini akan dibahas tentang etik dan hukum dalam keperawatan
B. Tujuan
a. Mengetahui
pengertian Abortus
b. Mengetahui
Pertimbangan Etik dan Hukum dalam Aborsi
BAB II
LANDASAN TEORI
A.
Etik
Etik merupakan
prinsip prilaku yang mengarahkan hubungan seseorang dengan orang lain. Etik
merupakan keyakinan dasar tentang nilai- nilai yang benar dan salah
menyediakan sebuah kerangka untuk pengambilan keputusan dan tindakan. Misalnya,
etik menyediakan dasar untuk memutuskan apakah seseorang harus pergi keja atau
tidak dipagi hari. Tidak ada aturan dalam situasi seperti itu sehingga
keputusan pribadi harus seperti itu sehingga keputusan pribadi harus dibuat
untuk melakukan apa yang benar.
Seseorang
dapat berpura- pura sakit dan tinggal dirumah; namun, rekan sejawat, para
sahabat, akan sepakat bahwa pura- pura sakit adalah tingkah laku yang tidak
pantas. Terlebih lagi, seseorang atasan memiliki hak untuk mencatat bawahannya
jika hal seperti itu terjadi berulang- ulang. Kadang- kala muncul situasi yang
mengharuskan pengambilan keputusan, tetapi tidak ada satupun solusi yang
tampaknya benar- benar memuaskan. Sebuah dilema etik muncul. Muncul lebih dari satu solusi; mungkin
solusi tersebut saling bertentangan. Satu atau seluruh solusi yang mungkin
tidak disukai. Keputusan etik memiliki konsekuensi terhadap diri seseorang dan
orang lain (Ellis et al., 1995).
Ahli
filosofi moral telah mengidentifikasi tiga perinsip etik yang mendasari
penilaian moral dan pengambilan keputusan etik. Ketiga prinsip ini adalah beneficience, menghargai otonom, dankeadilan (Good
Et all., 1993; kontak 5-1). Perawat perlu memprhatikan ketiga perinsip tersebut
saat mengambil keputusan etik mengenai ksejahteraan kliennya.
Etika
berasal dari bahasa Yunani Kuno yaitu ‘ethos’ yang berarti adat istiadat/
kebiasaan yang baik. Etika sendiri adalah Ilmu tentang apa yang baik dan yang
buruk,tentang hak dan kewajiban moral. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(1995) Etika adalah nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan
atau masyarakat.
Sedangkan
menurut Maryani & Ludigdo (2001) “Etika adalah seperangkat aturan atau
norma atau pedoman yang mengatur perilaku manusia, baik yang harus dilakukan
maupun yang harus ditinggalkan yang di anut oleh sekelompok atau segolongan
masyarakat atau profesi”
1.
Fungsi Etika
a.
Sarana untuk memperoleh orientasi kritis berhadapan
dengan berbagai moralitas yang membingungkan.
b.
Etika ingin menampilkanketrampilan intelektual
yaituketrampilan untuk berargumentasi secara rasional dan kritis.
c.
Orientasi etis ini diperlukan dalam mengabil sikapyang
wajar dalam suasana pluralism
2.
Macam-Macam Etika
a.
ETIKA DESKRIPTIF, yaitu etika yang berusaha meneropong
secara kritis dan rasional sikap dan prilaku manusia dan apa yang dikejar oleh
manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai. Etika Deskriptif
memberikan fakta sebagai dasar untuk mengambil keputusan tentang prilaku atau
sikap yang mau diambil.
b.
ETIKA NORMATIF, yaitu etika yang mengajarkan berbagai
sikap dan pola prilaku ideal yang seharusnya dimiliki oleh manusia dalam
kehidupan sehari-hari. Etika Normatif juga memberi penilaian sekaligus memberi
norma sebagai dasar dan kerangka tindakan yang akan dilakukan.
Secara umum
etika dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
a.
Etika Umum, mengajarkan tentang kondisi-kondisi &
dasar-dasar bagaimana seharusnya manusia bertindak secara etis, bagaimana pula
manusia bersikap etis, teori-teori etika dan prinsip-prinsip moral dasar yang
menjadi pegangan bagi manusia dalam bertindak serta tolok ukur dalam menilai
baik atau buruknya suatu tindakan. Etika umum dapat pula dianalogkan dengan
ilmu pengetahuan, yang membahas mengenai pengertian umum dan teori-teori etika.
b.
Etika Khusus, merupakan penerapan
prinsip-prinsip moral dasar dalam bidang kehidupan. Penerapan ini bisa berwujud
: Bagaimana seseorang bersikap dan bertindak dalam kehidupannya dan kegiatan
profesi khusus yang dilandasi dengan etika moral. Namun, penerapan itu dapat
juga berwujud Bagaimana manusia bersikap atau melakukan tindakan dalam
kehidupan terhadap sesama. Etika Khusus dibagi menjadi 2 bagian, yaitu :
1)
Etika individual, yaitu menyangkut kewajiban dan sikap
manusia terhadap dirinya sendiri.
2)
Etika sosial, yaitu mengenai sikap dan kewajiban,
serta pola perilaku manusia sebagai anggota bermasyarakat. Etika sosial
meliputi banyak bidang, antara lain :
a)
Sikap terhadap sesama
b)
Etika keluarga
c)
Etika profesi misalnya etika untuk pustakawan,
arsiparis,dokumentalis, pialang informasi.
d)
Etika politik
e)
Etika lingkungan
f)
Etika idiologi adalah filsafat atau pemikiran
kritisrasional tentang ajaran moral sedangka moral adalahajaran baik buruk yang
diterima umum mengenaiperbuatan, sikap, kewajiban dsb. Etika selalu
dikaitkandengan moral serta harus dipahami perbedaan antaraetika dengan
moralitas.
B.
Hukum
Hukum adalah
peraturan perilaku atau tindakan yang dikenal mengikat atau ditegakkan oleh
pihak berwenang, seperti pemerintah lokal, negara bagian, atau nasional. Hukum
dirancang untuk mencegah tindakan satu pihak yang mengganggu pihak- pihak lain.
Seluruh hukum pada dasarnya berasal dari hukum dasar, kecendrungan pembawaan
lahir manusia untuk melakukan hal yang baik dan menghindari hal yang buruk.
Pemerintah Federal Amerika Serikat dan ngara- negara bagiannya memegang
konstitusi untuk membuat dan menegakkan hukum.
Sistem hukum
menyusun pedoman, bukan menetapkan peraturan yang kaku untuk praktik. Semua hukum,
tidak peduli asal usulnya, adalah subyek terhadap perubahan dan interprestasi.
Ellis et al. (1995) menyatakan bahwa etik dan hukum dapat berjalan berdampingan
dan saling mendukung. Jika, seseorang individu memilih untuk mencuri uang dari
majikannya, prilaku tersebut bukan saja tidak etis, tetapi juga melanggar
hukum. Banyak hukum ditulisuntuk menyediakan sebuah dasar untuk menegakan
prinsip etik yang dianggap perlu untuk kesejahteraan sebagaian besar
masyarakat.
C.
Hubungan Antar Etik dan
Hukum
Etik mungkin
membahas tentang pertanyan yang berbeda dari hukum. Sebagai contoh datang
ketempat kerja sesuai dengan yang diharapkan tidak diperintah oleh hukum
walaupun kebanyakan orang memiliki pandangan yang sama pada situasi seperti
ini. Meskipun demikian, kadang- kadang individu menemukan bahwa hukum dan
keyakinan etik mereka berbeda. Contohnya adalah seseorang tentara yang dituntut
membunuh musuhnya dalam peperangan. Seluruh negara menganggap hal tersebut sah
secara hukum, tetapi sebagian orang memiliki syarat etik dan menetapkan
keberatan yang besar jika diberikan kesediaannya dalam berperang. Individu
semacam ini sering sering diberi tugas untuk tidak berperang walaupun mereka
berada dizona perang. Contoh dalam keperawatan adalah seorang perawat yang
menolak membantu aborsi karena merasa tidak etis mengambil nyawa janin. Perawat
semacam ini mungkin diberi tugas lain yang tidak memiliki pertentangan antara etika
pribadi dengan kegiatan dan hukum yang berlaku.
Para penulis
dibidang etik menyimpulkan bahwa tidak semua pilihan atau masalah bersifat etis
(Ellis et al., 1995, Busy et al., 1989). Mereka menguraikan beberapa
karakteristik yang membuat masalah etik menjadi unik :
1.
Masalah tidak dapat seluruhnya dipecahkan dari data
empiris; misalnya haruskah
orang yang sehat dipaksa untuk mendonorkan organ
tubuhnya keseseorang yang akan mati jika tidak mendapat donor organ tersebut ?
jelas, ilmu pengetahuan apapun tidak akan dapat menjawab pertanyaan ini dengan
pasti. Beragam ilmu pengetahuan dan rasa kemanuasiaan dapat memberikan
informasi, tetapi jawabannya berada diluar disiplin ilmu.
2.
Masalah bersifat membingungkan. Terdapat konfik dan
ketidakpastian tentang jumlah dan jenis informasi yang dibutuhkan untuk membuat
keputusan. Jika bayi yang baru lahir memiliki anomali kongenital mulipel yang
dapat diperbaiki, tetapi memiliki penyimpangan kromosom yang pada akhirnya
menyebabkan kematian pada usia dini, haruskah dilakukan upaya yang agresif
untuk membutnya tetap hidup selama mungkin walaupun upaya tersebut dapat
menyebabkan sakit dan penderitaan bagi orang tua dan bayi tersebut ?
3.
Jawaban atas maslah etik akan sangat besar hubungannya
dengan bberapa bidang yang menjadi perhatian manusi. Keputusan tersebut akan
sangat luas pengaruhnya pada persepsi seseorang terhadap orang lain, hubungan
sesama manusia, hubungan mereka dengan masyarakat, dan hubungan berbagai
masyarakat dan dunia luas. Jika misalnya, dibuat keputusan untuk memaksa
seseorang mendonorkan bagian salah satu anggota tubuhnya ke seseorang anggota
keluarga, keputusan tersebut berdasarkan pada beberapa premis dan asumsi (yang
mungkin tidak dimiliki oleh seluruh masyarakat): Hak seseorang akan
integritas tubuhnya mungkin dilanggar jika orang lain hendak mengambil hak
orang lain hendak, mengambil keuntungan darinya , hak manusia untuk hidup
mencakup hak untuk mengharuskan orang lain untuk menjalankan operasi yang
menyakitkan dengan hasil kehilangan bagian tubuh secara permanen dan kerusakan
integritas tubuh secara umum, dan profesional kesehatan dan orang lain yang
berwenang dapat mendesak atau memaksa seseoranguntuk mengorbankan integritas
tubuhnya demi kesejahteraan orang lain. Pilihan ini melibatkan konsep hak asasi
manusia, batasan- batas kebajikan, dan kekuasaan dari pihak yang berwenang.
Walaupun contoh tersebut dramatis, isu lain, hak wanita untuk mengkonsumsi
obat- obatan dan alkohol pada masa kehamilan atau berapa lama untuk
memperpanjang hidup bayi baru lahir yang mengalami gangguan yang tidak dapat
disembuhkan, adalah kurang jelas. Perawat harus menggunakan karakteristik
tersebut saat menentukan apakah keputusan melibatkan suatu masalah etik atau
tidak.
D.
Aspek Hukum pada Perawatan
Maternitas dan Perinatal
Bidang
maternitas dan perinatal terutama memiliki resiko tinggi untuk terjadinya malpraktik dan kelalaian profesional karena
beberapa alasan. Beberapa rumah sakit menghadapi krisis keuangan sehingga
mereka menerapkan pola staf yang tidak memadai, yang asangat berbahaya bagi
klien dan perawat. Selain itu, kemajuan teknologi untuk memantau ibu dan janin
pada masa prakonsepsi, konsep dan pasca konsepsi dan banyaknya pelaksaan teknik
dan prosedur yang menyebabkan resiko yang menghasilkan pengaruh iatrogenik yang
dapat merusak ibu, janin atau kedua- duanya, yang kadang- kadang ireversibel.
Mungkin yang paling penting, kemungkinan adanya du dua pegklaim di setiap
kesukan yang terjadi di kedua ibu dan bayi sehingga menggandakan resiko yng
dimiliki perawat dan tenaga kesehatan lain (Ellis et al., 1995; Lederman et
al., 1991).
BAB III
PEMBAHASAN
A. Pengertian Abortus
Abortus
adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi pada usia kehamilan kurang dari
20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. Istilah abortus dipakai untuk
menunjukkan pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar
kandungan.
Berdasarkan
variasi berbagai batasan yang ada tentang usia / berat lahir janin viable (yang
mampu hidup di luar kandungan), akhirnya ditentukan suatu batasan abortus
sebagai pengakhiran kehamilan sebelum janin mencapai berat 500 g atau usia
kehamilan 20 minggu. (terakhir, WHO/FIGO 1998 : 22 minggu)
Berdasarkan keadaan janin yang sudah
dikeluarkan, abortus dibagi menjadi :
1.
Abortus
iminens, perdarahan pervaginam pada kehamilan kurang dari 20 minggu, tanpa ada
tanda-tanda dilatasi serviks yang meningkat.
2.
Abortus
insipiens, bila perdarahan diikuuti dengan dilatasi serviks.
3.
Abortus
inkomplit, bila sudah sebagian jaringan janin dikeluarkan dari uterus. Bila
abortus inkomplit disertai infeksi genetalia disebut abortus infeksiosa
4.
Abortus
komplit, bila seluruh jaringan janin sudah keluar dari uterus
5.
Missed
abortion, kematian janin sebelum 20 minggu, tetapi tidak dikeluarkan selama 8
minggu atau lebih.
Proses abortus dapat berlangsung spontan (suatu peristiwa patologis),
atau artifisial / terapeutik (suatu
peristiwa untuk penatalaksanaan masalah / komplikasi).
Abortus spontan diduga disebabkan
oleh :
1. kelainan kromosom (sebagian besar
kasus)
2. infeksi (chlamydia, mycoplasma dsb)
3. gangguan endokrin (hipotiroidisme,
diabetes mellitus)
4. oksidan (rokok, alkohol, radiasi dan
toksin)
B.
Pertimbangan Etik dan Hukum dalam Aborsi
Konflik saat ini, antara kelompok
pro- pilihan (prochoice)
dan pro kehidupan (profile) telah
menyulutkan api yang membangkitkan sekitar topik aborsi. Perawat harus mengerti
posisi etik mereka dalam masalah ini jika ingin memberikan keperawatan yang
berkualitas kepada klien. Perawat terlibat konseling pada klien tentang aborsi
dari sudut pandang yang beragam, ulasan singkat tentang pertimbangan etik dan
hukum dijelaskan pada bagian selanjutnya.
1.
Perkembangan Etik
Etika
dalam masalah aborsi berkisar pada masalah mengakhiri kehidupan janin dengan
cara memindahkan janin dari sistem pendukung kehidupannya. Telah diperdebatkan
bahwa apbila manusia diberika sebuah pilihan, ia akan memilih kesehatan dan
tidak akan mengalami penderitaan. Lebih jauh, perdebatan berlanjut, manusia
tudak memiliki hak untuk membebankan oleh akibat tragis dari penyakit yang terdeteksi
pada janin. Dengan menggugurkan janin yang cacat, “ ketiadaan” terjadi bukan
penderiataan karena hidup dengan abnormalitas. Janin yang rusak dapat
diganti dengan yang normal pada kehamilan berikutnya. Walaupun alasan ini
mendukung pengguguran janin yang rusak, alasan ini tidak mebahas tindaka etika
aborsi pada hasil konsepsi yang sehat (atau tidak direncanakan). Hal ini juga
menimbulkan masalah tentang siapa yang menetukan normal atau sehat (cohen, 1990
; Overall, 1990 ; Freda , 1994).
Pendukung
kelompok pro- pilihan mengambil sikap bahwa ibu memiliki tanggung jawab pokok
dan kebebasan memilih atas apa yag terjadi pada tbuhnya. Kelompok pro- pilihan
ini bukan kelompok pro- aborsi. Pendukung kelompok pro- pilihan menekankan
penggunaan aborsi hanya untuk sebagai usaha terakhir. Meraka menjunjung tinggi
nilai penggunaan kontasepsi, amniosintesis untuk menentukan defek janin, dan
adopsi jika memungkinkan. Pendukung kelompok pro kehidupan percaya bahwa janin
adalah manusia sejak konsepsi dan karena itu menghancurkan kehidupan manusia
adalah pembunuhan dan tidak dapat dipertahankan secara moral.
2.
Pertimbangan Hukum
Pada tahun 1973, dalam kasus
bersejarah Ros vs
wade, Mahkamah Agung Amerika Serikat memutuskan bahwa aborsi adalah
tindakan yang sah di Amerika serikat. Keputrusan tersebut membuat hukum- hukum
negara bagian yang melarang aborsi menjadi tidak berlaku karena hukum- hukum
semacam itu menyerang privasi ibu (Annas, 1986). Keputusan tersebut juga
menetapkan beberapa point lain sebagai berikut.
a. Negara
bagian tidak dapat mencegah
sorang wanita untuk melakukan aborsi setiap saat pada trisemester pertama yang
dilakukan oleh dokter yang memiliki izin.
b. Negara
bagian dapat mengatur dan bahkan melarang aborsi pada trisemester ke tiga,
kecuali jika kehidupan atau keselamatan ibu terancam.
c. Negara
bagian memiliki hak untuk memberi perlindungan terhadap janin pada trisemester
terakhir.
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Etika
berasal dari bahasa Yunani Kuno yaitu ‘ethos’ yang berarti adat istiadat/
kebiasaan yang baik. Etika sendiri adalah Ilmu tentang apa yang baik dan yang
buruk,tentang hak dan kewajiban moral. Hukum merupakan peraturan-peraturan
hidup didalam masyarakat yang dapat memaksa orang supaya mentaati tata tertib
dalam masyarakat serta memberikan sangsi yang tegas (berupa hukuman) terhadap
siapa yang tidak mau patuh mentaatinya.
Aborsi dapat
dibenarkan sccara hukum apabila dilakukan dengan adanya pertimbangan medis.
Tanggung jawab (responsibility) merupakan penerapan ketentuan hukum terhadap
tugas-tugas yang berhubungan dengan peran tertentu dari perawat, agar tetap
kompeten dalam pengetahuan, sikap dan bekerja sesuai kode etik. Abortus hanya dipraktikkan dalam
klinik atau fasilitas kesehatan yang ditunjuk oleh pemerintah dan
organisaso-organisasi profesi medis. Aborsi hanya dilakukan oleh tenaga
profesional yang terdaftar dan memperoleh izin untuk itu, yaitu dokter
spesialis kebidanan dan genekologi atau dokter umum yang mempunyai kualifikasi
untuk itu.
.
B.
Saran
Kesadaran
perawat akan pentingnya mempelajari hukum, sangat diperlukan. Tidak hanya untuk
perlindungan untuk perawat itu sendiri dalam melaksanakan tugas, akan tetapi
juga masyarakat pada umunya. Perawat yang melaksanakan tugasnya sesuai dengan
koridor hokum, akan menjamin keamanan dalam bidang hokum bagi perawat dan juga
pasien. Penting untuk perawat melaksanakan tugasnya sesuai dengan etika
keperawatan, mengetahuai hak dan kewajiban, peran dan fungsi, tanggung jawab
dan tanggung gugat.
Hendaknya
mahasiswa dapat benar-benar memahami dan mewujud nyatakan peran perawat yang
legal etis dalam pengambilan keputusan dalam konteks etika keperawatan.
DAFTAR
PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar